Tampilkan postingan dengan label hijaukan duniamu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hijaukan duniamu. Tampilkan semua postingan

Rabu, 16 November 2011

Demi Kelapa Sawit, Ribuan Orangutan Dibantai

Mengerikan, ribuan orangutan terus dibunuh tiap tahun, padahal sudah masuk hewan langka yang dilindungi. WWF, The Nature Conservacy, Asosiasi Ahli Primata Indonesia, beserta organisasi swasta lainnya memberi pernyataan ini setelah melakukan penelitian beberapa tahun belakangan.

Pada 2007 silam, sebanyak 750-1.800 orangutan mati di Indonesia. Ribuan kematian orangutan terjadi di tahun-tahun berikutnya. Kemudian, dari hasil wawancara 9.983 responden di 687 desa di tiga provinsi Kalimantan antara bulan April 2008 hingga September 2009, setidaknya ditemukan 750 orangutan tewas dibantai.


 foto: sumber internet

Lebih dari setengah responden yang diwawancara bahkan mengaku setelah membunuh, mereka memakan daging orangutan tersebut. Orangutan tersebut dibunuh karena mengganggu tanaman milik warga. Terutama karena dianggap menjadi hama kelapa sawit.

Menurut hasil penelitian dilakukan Perhimpunan Pemerhati dan Peneliti Primata Indonesia (Perhappi) dan The Nature Conservancy (TNC), April 2008 hingga September 2009, menunjukkan adanya "perebutan ruang" antara manusia dengan orangutan.

 
  foto: sumber internet

Mana Reaksi Pemerintah?

Ironisnya, belum ada reaksi dari pemerintah atas tragedi ini sedikit pun. Pihak kementerian kehutanan Indonesia juga belum memberi berkomentar mengenai masalah ini. Padahal melihat dari banyaknya bukti tengkorak, kulit, dan bagian tubuh orangutan yang tergeletak berserakan di hutan, ini merupakan fakta yang sangat mengerikan.

Yaya Rayadin, peneliti dari Pusat Peneliti Hutan Tropis (PPHT) meminta Pemprov Kaltim tak menutup mata terkait tragedi ini. Satu hal yang menurut Yaya tak kalah penting adalah anggaran untuk penyelamatan orangutan. Hingga saat ini belum ada kepastian mengenai hal tersebut. “Kita berbicara konservasi orangutan. Tapi apakah ada budgetnya?,” tanyanya.

Dari kacamata pengamat lingkungan Niel Makinuddin, pemerintah juga punya andil dalam kerusakan habitat orangutan. Spesies orangutan dilindungi oleh undang-undang (UU). Tapi, ketika Tata Ruang memaksa habitat orangutan tergerus oleh kepentingan usaha, tidak ada hukum yang mengaturnya. “Padahal orangutan kalau habitatnya dirusak, sudah pasti mati. Entah dikejar karyawan perusahaan atau mati kelaparan,” ujar pengamat lingkungan ini.

Niel mengatakan, pakan dan ruang bagi orangutan merupakan kunci kehidupan. Jika dua itu tak ada, bisa dipastikan orangutan akan pergi mencari tempat baru. “Orangutan makan sawit atau kambiumnya akasia itu temporary, karena bukan itu makanan utama mereka, bisa dilihat dari struktur giginya. Tapi, karena keadaan, sebagian tempat sudah jadi batu bara, sawit, mereka lari,” jelas Niel.

Berdasarkan hasil studi dari tahun 2006 hingga sekarang, penelitian ground survey telah dilakukan bahkan telah berhasil membuat sekitar 74 km transek dan berhasil mengobservasi 1.500 pohon sarang dengan ditemukan sekitar 2.400 sarang orangutan. Dari luasan tersebut, mengacu kepada hasil penutupan kawasan hutan dan ground survey, diperkirakan masih terdapat sekitar 2.500-3.000 ekor orangutan di Lanskap Kutai.

Menengok ke belakang, pada 1990, jumlah orangutan di tanah Borneo diperkirakan mencapai 230 ribu. Pada 2007, angkanya diprediksi 54 ribu. Lalu, pada 2010, khususnya di Lanskap Kutai, menyusut jadi 2.500-3.000 ekor saja. Secara keseluruhan, populasi orangutan Kalimantan diperkirakan tinggal 50 ribu saja.


 foto: sumber internet

Mohon sebarkan kabar ini seluas-luasnya untuk mendukung gerakan "Save Orangutan".



sumber: iPos

Sabtu, 12 November 2011

Badak Jawa Sudah Punah di Vietnam

WWF Internasional memberi pernyataan badak jawa yang ada di Vietnam sudah musnah. Secara resmi tidak ada satu badak pun di Vietnam.

Badak jawa di Vietnam terakhir dibunuh oleh pemburu pada April 2010. Saat itu, peneliti memperkirakan masih tersisa sekitar delapan ekor di Vietnam. Ternyata dugaan tersebut meleset. Berdasar analisis genetik dari 22 sampel feses yang dikumpulkan oleh tim survei WWF pada 2009 dan 2010, terungkap feses itu berasal dari satu badak saja, yaitu badak yang sama yang ditembak oleh pemburu.




Sesungguhnya, badak jawa di Vietnam sempat dinyatakan punah sejak 50 tahun lalu. Namun di tahun 1988 terdapat bukti keberadaannya saat seorang pemburu berhasil membunuh seekor badak. Pemerhati lingkungan begitu gembira karena hewan langka ini ternyata masih ada.

Camera trap pun dipasang di beberapa titik hutan habitat badak tersebut, dan sempat mendapatkan beberapa gambar badak. Hingga akhirnya hilang sama sekali, ketika peneliti menemukan bukti badak terakhir telah dibunuh pemburu.

Semua spesies badak yang ada di dunia sangat terancam oleh perburuan liar. Pasaran harga cula yang tinggi, bisa mencapai US$ 30.000 per buah menjadi penyebab para pemburu terus membunuh tanpa perasaan. Cula badak dicari orang karena menjadi obat tradisional Asia yang mitosnya sangat manjur menyembuhkan beragam penyakit.

 Foto ilustrasi fosil badak - sumber: forumbadak WWF


Keluarga badak jawa

Badak Jawa tidak hanya berada di Pulau Jawa saja, melainkan tersebar ke beberapa wilayah di Asia. Tercatat, penyebarannya hingga seluruh Nusantara, sepanjang Asia Tenggara, India dan dataran Tiongkok.

Badak jawa disebut juga badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus annamiticus), masuk ke genus yang sama dengan badak india dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja.

Ukuran tubuhnya lebih kecil dibanding badak india dan Afrika. Panjang sekitar 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya.

Menurut Eric Dinerstein dalam bukunya The Return of the Unicorns; The Natural History and Conservation of the Greater One-Horned Rhinoceros (2003), badak jawa kemungkinan besar adalah mamalia terlangka di bumi.

Pendapat tersebut diperkuat oleh kenyataan yang ada. Badak jawa yang hidup di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) tinggal tersisa sekitar 50 badak saja. Keberadaannya semakin rentan terhadap kepunahan karena berbagai penyebab yaitu:

1. Lokasi terlalu dekat Gunung Krakatau. Bila meletus, badak jawa di Ujung Kulon terancam musnah.
2. Bencana alam seperti gempa dan tsunami juga menjadi ancaman.
3. Ruang jelajah badak jawa di tempat ini terbatas karena harus berkompetisi dengan banteng.

WWF berupaya mencari 'rumah kedua' bagi badak jawa. Dari identifikasi terakhir, habitat yang cocok dan aman adalah Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat, yang dulu juga merupakan habitat badak Jawa. Tinggal menunggu penelitian lebih lanjut apakah mungkin badak jawa di TNUK dipindahkan ke Halimun untuk keberlangsungan populasi mereka.

Ayo selamatkan badak jawa!

Minggu, 15 Mei 2011

Perubahan Iklim Geser Pohon ke Kutub Utara

http://media.vivanews.com/thumbs2/2011/05/14/111038_pepohonan-di-kawasan-arktika_300_225.jpg

Perubahan iklim kini menjadi salah satu musuh utama benua Artik. Bagaimana tidak, kondisi yang tercipta akibat pencemaran lingkungan ini berpotensi menganggu ekosistem yang ada di sana.
Perubahan iklim kini menjadi salah satu musuh utama benua Artik. Bagaimana tidak, kondisi yang tercipta akibat pencemaran lingkungan ini berpotensi menganggu ekosistem yang ada di sana.

Diperkirakan,pada tahun 2100 nanti, pepohonan akan menyebar sejauh 500 km ke utara benua yang diselimuti es abadi tersebut.

http://media.vivanews.com/thumbs2/2011/05/14/111038_pepohonan-di-kawasan-arktika_300_225.jpg

Situasi ini akan membuat es yang berada di lautan Artika mudah mencair. Selanjutnya, perubahan struktur tanah yang terjadi akan menarik spesies-spesies pepohonan lain dari Selatan seperti pohon pinus, atau hewan seperti rubah bergerak menuju Utara.

"Perubahan seperti ini terjadi lebih cepat dari yang kami antisipasi sepuluh tahun lalu," kata Aevar Petersen, ketua Konservasi Flora dan Fauna Artik (CAFF), seperti dikutip dari Scientific American, 14 Mei 2011.

"Mulai saat ini hingga 2100 mendatang, para Ilmuwan memperkirakan pepohonan akan bergerak hingga 500 km ke Utara benua Antartika," lanjut Petersen.

Bila hal ini terjadi, Petersen menegaskan, maka setengah tundra (padang es di kutub) yang tersebar dari Siberia hingga Kanada akan menghilang.

Menurut Peterson, di beberapa tempat, semak pohon pinus dari Selatan telah mengambil alih posisi rumput, lumut, dan lumut tundra. "Pepohonan menyebar ke arah Utara dengan cepat," beber Peterson.

Sebagai informasi, CAFF didukung oleh Dewan Antartika yang terdiri dari Amerika Serikat, Rusia, Kanada, dan lima negara Nordic. Saat ini, menteri luar negeri negara-negara tersebut telah setuju untuk meningkatkan kerjasama regional untuk mengantisipasi situasi ini.

Ahli lainnya mengatakan, perusahan-perusahaan kayu seperti Stora ENSO atau Abiti tidak akan diuntungkan oleh perubahan iklim ini. Pasalnya, kondisi areal tumbuhan yang baik juga berpotensi mendatangkan hama yang banyak hingga kebakaran hutan.

Pemanasan yang terjadi di Artika memang dua kali lebih cepat dibanding pemanasan dunia. Ini disebabkan karena tereksposnya tanah akibat pencairan es atau air yang berwarna gelap akan menyerap lebih banyak panas matahari.

"Jika es mencair, kami mengkhawatirkan kondisi beruang kutub," kata Petersen. "Benar-benar tidak ada tempat untuk pindah," lanjutnya. "Sebuah laporan internasional pekan lalu memproyeksikan bahwa Artika kehilangan lapisan es pada 30 sampai 40 tahun mendatang."

Sumber :
teknologi.vivanews.com